Anggota DPR Minta MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator


Anggota Majelis Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad, saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (4/12/2015).

JAKARTA, Anggota Komisi III DPR, Sufmi Dasco Ahmad, meminta agar Mahakamah Konstitusi (MK) berani memeriksa kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam pelaksanaan pilkada serentak.

Ia juga meminta agar MK tak hanya melihat aturan tentang batas selisih suara pengajuan perkara yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

Menurut Dasco, MK sebagai benteng keadilan konstitusional, tidak bisa menolak memeriksa perkara dengan dalih perbedaan selisih suara yang tak sesuai ketentuan.

Ia juga melihat bahwa opini yang berkembang mengenai Pasal 158 UU pilkada sangat tidak tepat. Sebab, dalam pasal tersebut tidak disebutkan adanya kata-kata "batasan".

"Maka jika kecurangan TSM dirasakan signifikan, hal tersebut bisa dijadikan dasar permohonan," tutur Dasco melalui keterangan tertulisnya, Jumat (1/1/2016).

Namun, ia menambahkan, jika TSM yang didalilkan, maka petitum yang diajukan hanya mungkin untuk meminta pemungutan suara ulang dan diskualifikasi pelaku kecurangan TSM, tidak bisa menyentuh soal angka.

"Terlepas dari potensi akan membanjirnya gugatan jika keran TSM dibuka, MK tidak boleh membonsai kewenangan konstitusionalnnya hanya untuk menjadi 'Mahkamah Kalkulator'," kata Dasco.

Menurut dia, persoalan keadilan adalah persoalan prinsip hak konstitusi sehingga tidak bisa dihitung hanya berdasarkan angka-angka.

No comments:

Post a Comment