Ajukan Budi Gunawan, Jokowi Dinilai Tak Punya Mekanisme Rekam Jejak Pilih Pejabat Publik


 Komjen Budi Gunawan

JAKARTA, - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri menilai, pengajuan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menunjukkan Presiden Joko Widodo tidak menggunakan mekanisme rekam jejak dalam memilih pejabat publik.
Menurut dia, langkah Presiden Jokowi memilih Budi Gunawan sebagai pengganti Sutiyoso tidak jauh berbeda saat memilih Arcandra sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
"Kelemahan Presiden dalam penunjukan posisi pejabat publik selama ini adalah tidak digunakannya mekanisme rekam jejak. Kita lihat kasus Arcandra, Wiranto, dan kini nama Budi Gunawan sebagai kepala BIN," ujar Puri, saat dihubungi, Jumat (2/9/2016).
Puri mengatakan, seharusnya Presiden Jokowi konsultasi dengan beberapa pihak termasuk dari elemen masyarakat sipil dalam memaksimalkan hak prerogatifnya.
Selain itu, dia berpendapat, penunjukan Budi Gunawan sebagai calon Kepala BIN juga tidak didasari pada prinsip keterbukaan.
"Ada baiknya Pak Presiden berkonsultasi dengan beberapa pihak untuk memaksimalkan hak prerogatif penunjukan presiden yang juga diikuti dengan semangat akuntabilitas," kata Puri.
Sebelumnya, pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat telah menerima surat usulan pergantian Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dari Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi mengusulkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang kini menjabat Wakil Kepala Polri untuk memimpin BIN menggantikan Sutiyoso. Surat tersebut diantarkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jumat (2/9/2016) pagi.
Saat ditanya alasan pergantian, Pratikno mengatakan, langkah itu hanya regenerasi dan tak ada periodisasi yang tegas terkait masa jabatan kepala BIN.
Begitu pula saat ditanya mengapa Budi Gunawan yang diusulkan Jokowi.
"Tidak ada pertimbangan tertentu," kata Pratikno.
Sementara itu, Ketua DPR Ade Komarudin memastikan pihaknya akan segera memproses surat pergantian tersebut.
Pimpinan DPR akan menentukan jadwal rapat membahas usulan tersebut dan melimpahkannya ke komisi terkait untuk melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan.
"Sesuai mitranya, tentu Komisi I akan kami tugaskan," kata Ade.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, kepala BIN diangkat dan diberhentikan presiden setelah mendapat pertimbangan DPR.
Untuk mengangkat kepala BIN, Presiden harus mengusulkan satu orang calon kepada DPR.
Pertimbangan DPR itu disampaikan paling lambat 20 hari kerja sejak surat permohonan pertimbangan calon kepala BIN diterima DPR dari Presiden.
Artinya, DPR tidak menyetujui atau menolak calon yang diajukan Presiden, tetapi sekadar memberi catatan dan pertimbangan.

No comments:

Post a Comment