Fadli Zon: Nusron Wahid Digaji Pakai Uang Rakyat, Harus Fokus Urus TKI
Koordinator Pemenangan Pemilu Partai Golkar wilayah Jawa dan Sumatera, Nusron Wahid di Kantor DPP Partai Golkar, Senin (20/6/2016)
JAKARTA, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menyesalkan sikap Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid yang merangkap jabatan sebagai Ketua Tim Pemenangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia menilai sikap Nusron yang lebih banyak mengurusi pemenangan Ahok merupakan hal yang tidak etis.
"Nusron Wahid adalah pejabat negara. Digaji oleh uang rakyat dan harus fokus dengan tugasnya mengurusi persoalan TKI," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/9/2016).
Fadli menilai, harusnya Nusron Bisa memilih tetap sebagai kepala BNP2TKI atau mundur dan menjadi Ketua Tim Pemenangan Ahok.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini juga meminta Presiden Jokowi agar konsisten dalam menyikapi penunjukan Nusron sebagai Ketua Pemenangan Ahok. Jangan sampai jabatan negara disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu.
Menurut Fadli, keterlibatan Nusron Wahid sebagai Ketua Pemenangan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta selain akan menjadikan kinerjanya sebagai pejabat negara tidak maksimal juga berpotensi abuse of power. Ini melanggar Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
"Dalam pasal 71 dinyatakan bahwa pejabat negara dilarang membuat keputusan yang menguntungkan salah satu pasangan calon," ucap Fadli.
Nusron Wahid sebelumnya sudah menjawab kritik mengenai rangkap jabatan. Menurut dia, tidak masalah rangkap jabatan sepanjang tidak ada larangan dari Presiden Joko Widodo. Sampai saat ini, kata dia, Presiden Jokowi tidak memintanya untuk mundur dari BNP2TKI. Ia juga mengklaim masih tetap fokus menjalankan tugasnya sebagai Kepala BNP2TKI.
"Tanya saja sama TKI-nya, sama orang kantor, saya lebih banyak ngurusin kantor saya atau Ahok?" ujar Nusron.
Jokowi saat baru terpilih sebagai Presiden pada Agustus 2014 lalu pernag menegaskan bahwa mereka yang akan mengisi posisi menteri dalam kabinet pemerintahannya tidak boleh merangkap jabatan dalam struktural di partai politik.
Namun, Jokowi tidak menjelaskan apakah aturan itu juga berlaku bagi jabatan setingkat menteri seperti
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment