Akademisi: Uang Tidak Menyelesaikan Masalah di Papua


Diskusi yang diadakan oleh Imparsial dan Forum Akademisi untuk Papua Damai bertajuk "Merumuskan Kebijakan Konstruktif dalam Upaya Penyelesaian Konflik Papua Menuju Papua Damai" di Jakarta, Kamis (1/9/2016).

JAKARTA,  Guru Besar Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Gajah Mada Prof. Dr. Purwo Santoso menilai upaya penyelesaian konflik di Papua melalui kebijakan Otonomi Khusus tidak akan menyelesaikan akar masalah.
Menurut dia, pemerintah memiliki pemahaman dan logika penanganan konflik yang keliru apabila menjadikan Otsus sebagai solusi masalah di Papua.
"Uang tidak menyelesaikan masalah di Papua. Kebijakan Otsus tidak bisa menyelesaikan persoalan di Papua," ujar Purwo dalam sebuah diskusi bertajuk Merumuskan Kebijakan Konstruktif dalam Upaya Penyelesaian Konflik Papua Menuju Papua Damai di Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Purwo menilai pemerintah terlalu banyak berharap bisa menyelesaikan masalah dengan memberikan anggaran yang melimpah dan menggenjot pembangunan infrastruktur.
 
Sementara, yang dibutuhkan masyarakat Papua adalah ruang aktualisasi yang sama dengan daerah lain di Indonesia. Masyarakat Papua, kata dia, berharap mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dengan masyarakat di Jakarta. Kebijakan yang dibuat pemerintah pusat seringkali tidak melibatkan masyarakat adat Papua. Artinya, ada ruang interaksi atau ruang belajar antara masyarakat Papua dengan kelompok masyarakat lainnya.
Skema Otsus pun dinilai hanya nenjadi alat untuk mengontrol tapi tidak untuk melahirkan identitas sejati masyarakat Papua.
Menurut dia, secara tidak sadar Pemerintah hanya menjadikan Papua sebagai target kebijakan, bukan sebagai stakeholder atau pemiliki hak.
 
"Ada yang salah di dalam pembuatan kebijakan. Ada kesalahan dalam mendudukan persoalan. Saya usulkan membenahi logika di balik kebijakan. Hadirkan panggung aktualisasi Hadirkan kelebihan dan kontribusi Papua untuk indonesia," ungkap dia. Di sisi lain, tidak efektifnya kebijakan Otsus juga disebabkan karena birokrasi pemerintah yang terlalu formal dan manipulatif. Tidak sedikit distribusi dana Otsus yang menyimpang dan tak tepat sasaran.
"Birokrasi selalu identik dengan formalitas dan ada manipulasi administratif," ucap dia.
Pasca-reformasi tahun 1998, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk merintis jalan bagi penyelesaian konflik di Papua. Sejak tahun 2004, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memberi perhatian kepada daerah konflik di Indonesia, termasuk Papua.
Pendekatan dialog dikedepankan meski tidak ada elaborasi lebih lanjut mengenai model dialog seperti apa yang dikehendaki pemerintah. Pemerintah pun menerapkan pendekatan persuasif melalui pelaksanaan otonomi khusus (Otsus) sejak 2001.
Pemerintah beranggapan Otsus adalah bentuk solusi yang adil, menyeluruh dan bermartabat. Dengan kata lain, memacu pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan menjadi kunci mengatasi problem utama di Papua.

No comments:

Post a Comment