Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan bersama dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto di istana keprsidenan, Kamis (15/1/2015).
JAKARTA, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menyindir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang pernah diminta Presiden Joko Widodo untuk menelusuri transaksi keuangan calon menteri dalam Kabinet Kerja.
Laporan PPATK itu juga dijadikan dasar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menandai rekam jejak calon menteri.
Penandaan tersebut berupa pemberian label merah untuk yang terindikasi korupsi, dan kuning untuk calon yang pernah dilaporkan masyarakat ke KPK.
"Jangan peran PPATK kasih merah, kasih kuning. Ini kan tidak relevan. Yang penting lihat siapa sih orang yang punya duit, tetapi tidak bayar pajak," ujar Luhut saat menjadi pembicara di Jakarta, Jumat (27/11/2015).
Luhut mengatakan, masih banyak para wajib pajak yang lalai menunaikan kewajibannya. Maka dari itu, lebih baik PPATK mengurusi pejabat publik yang diduga memiliki rekening gendut daripada mengurusi calon menteri.
Pada saat seleksi menteri tahap I, Presiden Jokowi memang menggunakan PPATK dan KPK dalam menelusuri rekam jejak para calon menteri. Dia berkeinginan agar tidak ada orang bermasalah yang nantinya duduk menjadi menteri.
Namun, akhirnya, penelusuran rekam jejak melalui PPATK dan KPK ini justru menyulitkan Jokowi karena banyak calon menteri yang mendapat tanda merah dan kuning.
Pada perombakan kabinet pertama dan pengangkatan pejabat-pejabat negara lainnya, Jokowi pun tak lagi menggunakan mekanisme telusur rekam jejak bersama KPK dan PPATK.
Luhut dukung tax amnesty
Dalam acara tersebut, Luhut juga menyinggung soal pengampunan pajak (tax amnesty). Sejak awal, ia mendukung hal tersebut diterapkan di Indonesia.
"Daripada tidak dihukum lalu dia tidak bayar pajak, kita ampuni saja. Selesailah. Yang penting, kita buat kepastian," kata Luhut.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menilai, daripada tak diusut karena rekening gendut, oknum tersebut lebih baik membayar pajak ditambah biaya "penalti".
"Kalau mau, lakukan klarifikasi pembayaran pajak dia, sudah, nol-in. Akan tetapi, bayar pajaknya 15 persen harus ada 'penalti'-nya. Harus disepakati itu. Jadi, harus ada putusan, jangan kita jadikan mengalir begitu saja," kata Luhut.
"Makanya, saya dorong tax amnesty itu bisa selesai. Jadi, masa lalu kita selesaikan, ke depan tidak bisa lagi itu terjadi," lanjut dia.
Penandaan tersebut berupa pemberian label merah untuk yang terindikasi korupsi, dan kuning untuk calon yang pernah dilaporkan masyarakat ke KPK.
"Jangan peran PPATK kasih merah, kasih kuning. Ini kan tidak relevan. Yang penting lihat siapa sih orang yang punya duit, tetapi tidak bayar pajak," ujar Luhut saat menjadi pembicara di Jakarta, Jumat (27/11/2015).
Luhut mengatakan, masih banyak para wajib pajak yang lalai menunaikan kewajibannya. Maka dari itu, lebih baik PPATK mengurusi pejabat publik yang diduga memiliki rekening gendut daripada mengurusi calon menteri.
Pada saat seleksi menteri tahap I, Presiden Jokowi memang menggunakan PPATK dan KPK dalam menelusuri rekam jejak para calon menteri. Dia berkeinginan agar tidak ada orang bermasalah yang nantinya duduk menjadi menteri.
Namun, akhirnya, penelusuran rekam jejak melalui PPATK dan KPK ini justru menyulitkan Jokowi karena banyak calon menteri yang mendapat tanda merah dan kuning.
Pada perombakan kabinet pertama dan pengangkatan pejabat-pejabat negara lainnya, Jokowi pun tak lagi menggunakan mekanisme telusur rekam jejak bersama KPK dan PPATK.
Luhut dukung tax amnesty
Dalam acara tersebut, Luhut juga menyinggung soal pengampunan pajak (tax amnesty). Sejak awal, ia mendukung hal tersebut diterapkan di Indonesia.
"Daripada tidak dihukum lalu dia tidak bayar pajak, kita ampuni saja. Selesailah. Yang penting, kita buat kepastian," kata Luhut.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menilai, daripada tak diusut karena rekening gendut, oknum tersebut lebih baik membayar pajak ditambah biaya "penalti".
"Kalau mau, lakukan klarifikasi pembayaran pajak dia, sudah, nol-in. Akan tetapi, bayar pajaknya 15 persen harus ada 'penalti'-nya. Harus disepakati itu. Jadi, harus ada putusan, jangan kita jadikan mengalir begitu saja," kata Luhut.
"Makanya, saya dorong tax amnesty itu bisa selesai. Jadi, masa lalu kita selesaikan, ke depan tidak bisa lagi itu terjadi," lanjut dia.
No comments:
Post a Comment