JAKARTA,
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mempertanyakan kinerja Polda
Sumatera Utara dalam penanganan kasus penyerobotan tanah oleh mafia
tanah di Sumatera Utara dengan modus pemalsuan sertifikat tanah milik PT
Bumi Mansyur Permai (BMP).
Diketahui, sesuai Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 10 Februari 2015 dari
Polda Sumatra Utara, menyatakan ada 13 tersangka namun belakangan pada
SP2HP kepada Dirut BMP, Marthin Sembiring tertanggal 18 November 2015
menyatakan kasus itu bukan merupakan tindak pidana.
"Bagaimana
pihak Polda Sumut bisa menerbitkan SP2HP, terakhir mengatakan tidak ada
tindak pidana dan penyidikan dihentikan. Sedangkan dalam penyidikan dan
SP2HP sebelumnya sudah ditetapkan 13 tersangka. Ini harus dipertanyakan
ke Polda Sumut," kata Komisioner Kompolnas Edi Hasibuan kepada wartawan
di Jakarta, Kamis (26/11/2015).
Untuk itu pihaknya dalam waktu
dekat akan meminta penjelasan dari Kapolda Sumut terkait keluarnya surat
itu, apakah sesuai prosedur atau tidak.
"Jika pelapor kasus itu
merasa dirugikan, silakan lapor ke Kompolnas. Kami akan menerimanya dan
segera menindaklanjutinya," kata Edi.
Sementara, kuasa hukum PT
BMP, Zakaria Bangun menilai, SP2HP yang dikirimkan oleh Polda Sumut
kepada kliennya merupakan surat 'abunawas' karena judul surat itu
perkembangan penyidikan namun di dalamnya berbeda.
"Ini
benar-benar aneh dan sudah merusak tatanan hukum Indonesia. Mengapa?
karena sudah ada dua alat bukti salah satunya dari Labkrim yang
menyebutkan objek hukumnya itu palsu alias surat palsu tapi dinyatakan
bukan merupakan tindak pidana," katanya.
Menurutnya, SP2HP 18
November 2015 itu, merupakan akal-akalan saja dari penyidik guna
mencegah mereka digugat praperadilan. "Judulnya SP2HP tapi isinya kasus
itu bukan tindak pidana," ujarnya.
Dirut BMP, Marthin Sembiring
menyatakan, sejumlah saksi sudah diperiksa seperti ahli pidana, Sultan
Deli dan ahli agraria, bahwa surat sertifikat itu palsu.
"Untuk
setiap sertifikat yang ada tanda tangannya dan cap stempel kelurahan,
itu palsu dan seusai dengan hasil forensik laboratorium," katanya.
Sebelumnya,
PT Bumi Mansyur Permai (BMP) yang menjadi korban aksi penyerobotan
tanah oleh mafia di Sumatera Utara dengan modus pemalsuan sertifikat
tanah, meminta pelindungan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Presiden Joko Widodo.
"Kami
meminta perlindungan hukum kapolri atas aksi penyerobotan tanah seluas
15 hektare milik kami di Kecamatan Medan Selayang dan Sunggal," kata
Marthin.
Menurutnya, perlindungan itu berupa penuntasan
penanganan kasus tersebut yang sejak 2014 telah ditetapkan sebanyak 13
tersangka namun mereka belum ada yang ditahan alias masih bisa
berkeliaran bebas.
Tentunya, kata dia, masih berkeliarannya ke-13
orang itu dikhawatirkan akan mengintimidasi perusahaannya yang dianggap
telah melaporkan mereka hingga menjadi tersangka.
"Saya lebih
khawatir lagi kalau kasus itu dihentikan penyidikannya (SP3) hingga
nantinya mereka akan semakin menjadi-jadi sebagai mafia tanah," katanya.
No comments:
Post a Comment