BEKASI, Ada bekas luka di dagu Samuella Yerusallem (7) yang membuat Samuel Bonaparte, ayahnya, menuntut RS Awal Bros, Bekasi. Luka tersebut, kata dia, sudah tidak bisa dihilangkan.
Samuel mengatakan, hal itu akibat jahitan yang dilakukan dokter di RS Awal Bros tidak menggunakan benang permanen atau tidak dilem seperti permintaannya. Pada saat itu, usia Samuella 3 tahun.
"Anak saya harus hidup dengan cacat akibat RS Awal Bros, selamanya," ujar Samuel ketika dihubungi, Jumat (27/11/2015).
Samuel mengatakan, pihak rumah sakit pernah menawarkan pengobatan dengan dokter spesialis bedah plastik mereka.
Samuel menerima tawaran itu karena dia memang tidak pernah berniat untuk mencari masalah dengan rumah sakit, melainkan hanya menuntut pengobatan total.
Akhirnya dia membuat janji dengan dokter tersebut.
"Pas ketemu, dia cuma cabut benangnya saja. Terus bilang bahwa bekasnya lama kelamaan pasti menghilang dan saya disuruh untuk tidak khawatir," ujar Samuel.
Masih tidak puas, dia akhirnya pergi ke dokter bedah lain untuk menanyakan bekas luka di dagu anaknya.
Jawabannya pun sangat mengagetkan Samuel. Dokter tersebut bilang bahwa bekas luka itu sudah permanen.
"Katanya kalau dilakukan usaha untuk menghilangkannya, malah bisa melebar lagi. Wah saya dibohongi dua kali," ujar dia.
Setelah itu, pihak rumah sakit kembali menawarkan untuk pengobatan kembali di rumah sakitnya. Merasa dibohongi terus, Samuel tidak menerima tawaran itu.
Dia meminta pihak rumah sakit untuk membiayai pengobatan anaknya di rumah sakit yang dia mau. Namun, pihak rumah sakit keberatan.
Sekarang, anak Samuel sudah berusia 7 tahun. Dia sudah mulai menyadari ada bekas luka yang berbeda dari orang kebanyakan di dagunya.
Samuel khawatir hal ini baru berdampak ketika anaknya sudah beranjak dewasa.
"Perempuan itu ada jerawat satu aja udah heboh kan. Semua bapak akan lakukan hal yang sama seperti saya kok," ujar Samuel.
Sebelumnya, Samuel membawa anaknya, Samuella, berobat di RS Awal Bros untuk mengobati luka di dagunya. Di sana, dia meminta dokter memberi penanganan yang tidak menimbulkan bekas luka di dagu anaknya.
Dia minta dagu Samuella dilem atau dijahit dengan menggunakan benang permanen yang langsung menyatu dengan daging.
Namun, dokter menolak dan mengatakan penjahian hanya bisa dilakukan dengan benang tidak permanen.
Setelah dagu Samuella selesai dijahit, Samuel baru tahu dokter tidak mau melakukan lem atau memberi benang permanen kepada Samuella.
Alasannya, karena bahannya tidak tersedia di rumah sakit itu. Namun, dokter tidak merujuk ke RS lain dan memaksa mengerjakan penindakan itu.
Kasus ini pun dilaporkan secara perdata. Kemarin, sidang kasus Samuella berlangsung dengan agenda mendengar keterangan saksi dari pihak penggugat.
Kasus Samuella hampir mirip dengan kasus Falya. Sama seperti keluarga Samuella, keluarga Falya juga tidak diminta persetujuan ketika dokter memberikan obat antibiotik terhadap Falya.
Sampai akhirnya Falya meninggal akibat hal itu.
Keluarga Samuella juga tidak terlebih dahulu diminta persetujuan dengan menandatangani surat persetujuan tindakan medis sebelum penjahitan.
Ayah Samuella malah baru diminta menandatangani dokumen itu setelah penjahitan.
No comments:
Post a Comment