JAKARTA,
Komisioner Komnas HAM, Roichawatul Aswidah mengatakan, sulit untuk
membuktikan korban nyata dalam penyebaran paham atau ideologi tertentu,
termasuk komunisme/Marxisme-Leninisme.
Hal itu membuat Roichawatul mempertanyakan masuknya tindak pidana
terhadap penyebaran ideologi dalam draf rancangan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (HUKP) yang sedang digodok oleh pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
"Negara demokratis dari hari ke hari mereka mengurangi
rumusan-rumusan yang korban nyatanya tidak ada," ujar Roichawatul dalam
sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Senin (22/8/2016).
"Karena rumusan pidana itu untuk melindungi hak asasi manusia
warganya tentu korbannya harus riil. Kalau korbannya tidak riil, itu
harus dipertanyakan," kata dia.
Delik pidana terhadap ideologi tercantum dalam pasal 219-221. Pasal
219 dan 220 menyangkut penyebaran ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme.
Sedangkan dalam pasal 221, menyangkut peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila.
Dalam pasal 219 ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang secara
melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, melalui media apapun,
menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme
dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana paling lama 7 tahun.
Dalam pasal 221 ayat 1, disebutkan bahwa setiap orang yang secara
melawan hukum di muka umum menyatakan keinginannya dengan lisan,
tulisan, atau melalui media apapun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana penjara paling lama lima tahun.
Roichawatul menjelaskan, dirumuskannya tindak pidana merupakan kewajiban negara dalam melindungi masyarakat.
Rumusan delik dalam KUHP, lanjut dia, sejatinya melindunginya masyarakat agar tidak adanya hak yang dilanggar.
"Jangan sampai buat rumusan pidana yang nantinya melanggar hak atau mempidana manusia," ucap Roichawatul.
Roichawatul menyebutkan hak untuk memiliki keyakinan dan pemikiran
dalam konstitusi merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.
"Artinya tidak bisa mengatur pemikiran orang. Itu pasti tidak akan
bisa. Manifes pemikiran bisa diatur tapi harus secara demokratis," ujar
Roichawatul.
No comments:
Post a Comment