Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono saat memperlihatkan foto-foto luka pada kaki kirinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (23/9/2015). Udar memperlihatkannya menjelang sidang pembacaan putusan sebagai terdakwa dalam perkara pidana dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang proyek pengadaan bus transjakarta tahun 2012-2013.
JAKARTA, Pengacara mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, Tonin Tachta Singarimbun, menilai ada yang janggal dari putusan Mahkamah Agung, yang menambah hukuman kliennya menjadi 13 tahun penjara.
Ia pun meminta majelis etik MA memeriksa tiga hakim yang menjatuhkan
putusan tersebut, yakni Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan Abdul
Latif.
Menurut Tonin, berkas perkara kasasi dari Kejaksaan Agung baru diterima MA pada 18 Maret 2016. Namun, putusan langsung dikeluarkan pada 23 Maret 2016.
"Empat hari sudah ada putusan, ini enggak pernah terjadi sebelumnya. Bisa jadi ada prosedur yang dilanggar. Saya minta majelis etik periksa ini ketiga hakimnya," kata Tonin kepada Kompas.com, Senin (28/3/2016).
Tonin mencatat, ada dua peraturan yang dilanggar oleh Artidjo, Krisna, dan Latif.
Peraturan yang dimaksudnya adalah peraturan MA tentang pemeriksaan perkara dan peraturan tentang musyawarah dan pembacaan putusan.
Menurut Tonin, hasil pemeriksaan perkara di MA tidak mungkin bisa dilakukan dengan cepat seperti yang dilakukan Artidjo, Krisna, dan Latif.
"Tidak bisa empat hari selesai. Jadi jangan sampai hakim memutuskan sesuatu dengan cara yang melanggar. Kalau melanggar bisa dipidana itu," ujar dia.
Menurut Tonin, berkas perkara kasasi dari Kejaksaan Agung baru diterima MA pada 18 Maret 2016. Namun, putusan langsung dikeluarkan pada 23 Maret 2016.
"Empat hari sudah ada putusan, ini enggak pernah terjadi sebelumnya. Bisa jadi ada prosedur yang dilanggar. Saya minta majelis etik periksa ini ketiga hakimnya," kata Tonin kepada Kompas.com, Senin (28/3/2016).
Tonin mencatat, ada dua peraturan yang dilanggar oleh Artidjo, Krisna, dan Latif.
Peraturan yang dimaksudnya adalah peraturan MA tentang pemeriksaan perkara dan peraturan tentang musyawarah dan pembacaan putusan.
Menurut Tonin, hasil pemeriksaan perkara di MA tidak mungkin bisa dilakukan dengan cepat seperti yang dilakukan Artidjo, Krisna, dan Latif.
"Tidak bisa empat hari selesai. Jadi jangan sampai hakim memutuskan sesuatu dengan cara yang melanggar. Kalau melanggar bisa dipidana itu," ujar dia.
Pekan lalu, MA memutuskan memperberat hukuman Udar menjadi 13 tahun
penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan dalam korupsi
pengadaan bus transjakarta pada 2012-2013.
Selain itu, Udar diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara lebih kurang Rp 6,7 miliar.
Apabila tidak dibayarkan, maka hukuman Udar dapat ditambah lagi selama empat tahun.
Hakim juga memutuskan sejumlah aset Udar berupa rumah, apartemen, dan kondominium disita untuk negara.
Menurut hakim, Udar terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Pada sidang tingkat pertama September lalu, majelis hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta kepada Udar.
Vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Udar dengan hukuman 19 tahun penjara.
Apabila tidak dibayarkan, maka hukuman Udar dapat ditambah lagi selama empat tahun.
Hakim juga memutuskan sejumlah aset Udar berupa rumah, apartemen, dan kondominium disita untuk negara.
Menurut hakim, Udar terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Pada sidang tingkat pertama September lalu, majelis hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta kepada Udar.
Vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Udar dengan hukuman 19 tahun penjara.
No comments:
Post a Comment