Kondisi Marwan, bocah yang diduga menjadi korban malpraktik di RSUD Haulussy Ambon, sangat menggenaskan.
AMBON, Marwan, seorang bocah warga Kampung Rinjani, Kecamatan Sirimau, Ambon, kini hanya bisa terbaring lesu di rumahnya setelah mengalami kelumpuhan dan gangguan pada indera penglihatannya dalam lima tahun terakhir.
Buah hati dari pasangan Hamdani dan Nur ini harus menjalani kehidupan yang sulit setelah bocah malang itu terserang panas tinggi.
Orangtua bocah yang tidak tega melihat kondisi anaknya itu lalu memutuskan untuk merawatnya di RSUD Haulussy, Ambon.
Semula, kondisi Marwan biasa saja, tidak ada perubahan berarti dari bentuk fisiknya. Namun, saat menjelani perawatan medis di rumah sakit, bocah malang ini tiba-tiba mengalami kelumpuhan dan gangguan pada indera penglihatannya.
Tak hanya itu, Marwan yang semula bisa berbicara kini tidak lagi bisa berkata-kata dan hanya sesekali menangis. Berat badannya pun tak sama dengan bocah seusianya, Marwan yang telah berusia tujuh tahun itu hanya memiliki bobot berat badan 6 kilogram. Padahal, sebelum dibawa ke rumah sakit, kondisi Marwan terbilang normal.
Hamdani, ayah bocah malang itu, menuturkan, dia dan istrinya, Nur, terpaksa membawa Marwan ke rumah sakit untuk dirawat setelah buah hati mereka terserang panas tinggi pada bulan Juli 2010.
Namun, harapan mereka untuk melihat anak kesayangannya itu kembali ceria harus pupus karena saat menjalani perawatan di rumah sakit, kondisi Marwan malah semakin parah.
“Saya bertanya kepada suster dan juga dokter saat itu, ada apa dengan kondisi anak saya dan kenapa kondisinya seperti ini,” kata Hamdani saat ditemui di rumahnya, Rabu (27/1/2016) sore.
Menurut Hamdani, selama enam bulan dirawat di rumah sakit, kondisi Marwan tidak juga membaik. Dia sendiri menyadari kalau biaya rumah sakit yang akan ditanggungnya tidaklah sedikit.
Karena itu, demi kesembuhan Marwan, dia rela banting tulang untuk mencari tambahan uang demi membayar biaya pengobatan.
Sebagai seorang buruh kasar yang berpenghasilan rendah dan hanya tamatan SD, Hamdani sadar bahwa dia tidak akan sanggup untuk membiayai sendiri pengobatan anaknya.
Oleh karena itu, dia mengaku beberapa kali terpaksa meminjam sejumlah uang dari tetangganya karena kondisi yang memaksa saat itu.
“Saat itu, kami masuk tidak pakai BPJS, jadi lewat umum. Uang tabungan habis semua untuk biaya pengobatan dan beli obat. Jujur, saya sampai pinjam uang sekitar Rp 17 juta dari tetangga untuk anak saya,” ujarnya.
Semula, Hamdani merasa malu untuk meminjam. Namun, karena tidak ingin melihat kondisi anaknya yang terus menurun, dia terpaksa meminjam ke tetangga demi mendapatkan obat resep dokter yang harus dibeli dari luar.
“Yang paling mahal itu obat Mirson, satu botol 500 gram itu harganya Rp 500.000 saat itu. Dokter menganjurkan agar seminggu harus dibeli dua kali, itu belum lagi obat yang lain dan biaya makan selama di rumah sakit,” katanya.
Diusir
Setelah beberapa bulan Marwan dirawat di rumah sakit terbesar di Maluku itu, Hamdani dan istrinya harus menerima kenyataan pahit karena diusir dari rumah sakit.
Menurut Hamdani, saat itu, dia hendak memanggil dokter untuk memeriksakan keadaan anaknya yang terus menurun. Namun, seorang perawat menunjukkan sikap tidak terpuji kepadanya. Sebagai orang keci,l dia menyadari bahwa apa yang dialaminya adalah ujian dari Tuhan.
“Perawat itu namanya Rat. Saya lupa nama lengkapnya. Di hadapan dokter, dia lalu mempersilakan dokter untuk memeriksa kondisi anak saya dan berkata, 'Setelah ini, kalian boleh pulang saja',”kisahnya.
Setelah kejadian itu, Hamdani mengaku sempat frustrasi, tetapi tidak mampu berbuat apa-apa. Karena kecewa, dia lalu membungkus semua barang bawaan miliknya, kemudian membawa pulang anaknya yang masih dalam keadaan sakit.
“Sebelum pulang, saya sempat menggendong anak saya dalam kondisi sedang diinfus ke ruang direktur saya ingin mengeluh saat itu. Tapi, kata wakil direktur, bapak tidak ada di ruangan. Setelah itu, saya dan istri langsung membawa pulang anak saya,” ungkapnya.
No comments:
Post a Comment