Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri saat hendak bertolak ke Paris untuk menghadiri KonferensinPerubahan Iklim, Minggu (29/11/2015) pagi.
JAKARTA Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap wajar jika saat ini pemerintah sepakat merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembahasan revisi tersebut telah berlangsung lama.
"Undang-undang apa pun, Undang-Undang Dasar saja bisa direvisi
apalagi UU (KPK)," kata Kalla di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta,
Minggu (29/11/2015).
Ia mengatakan, selama ini ada perkembangan setelah usulan revisi UU KPK disampaikan beberapa waktu lalu. Maka dari itu, diambil keputusan bahwa undang-undang itu perlu direvisi.
Kalla membantah adanya saling lempar tanggung jawab antara DPR dan pemerintah soal revisi UU KPK.
Dalam pertemuan pemerintah dengan Badan Legislasi DPR, Jumat (27/11/2015), disepakati bahwa revisi UU KPK berubah menjadi inisiatif DPR, bukan pemerintah lagi.
"Bukan saling lempar. Memang setiap revisi kan harus disetujui oleh kedua belah pihak, tidak mungkin satu pihak," kata Kalla.
Kesepakatan revisi UU KPK menjadi usulan DPR ini akan dibawa ke Badan Musyawarah pada Senin (30/11/2015) dan ke rapat paripurna pada Selasa (1/12/2015).
Dalam rapat Jumat lalu, anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf, meminta agar KPK menjadi lembaga pertama yang diundang dalam membahas revisi ini. Hal ini dilakukan agar tak ada kecurigaan publik bahwa DPR hendak melemahkan KPK.
Usulan itu disambut baik oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan semua anggota yang hadir.
Rencana pembahasan RUU KPK sempat menuai kontroversi. Sejumlah kalangan menolak rencana itu karena pembahasan tersebut dianggap sebagai pintu masuk untuk melemahkan KPK.
Setelah lima pimpinan DPR bertemu dengan Presiden Joko Widodo, pembahasan RUU KPK disepakati untuk ditunda. Meski ditunda, perbaikan undang-undang ini tak pernah dicabut dalam program legislasi nasional lima tahunan yang ditetapkan DPR pada masa awal kerjanya.
Ia mengatakan, selama ini ada perkembangan setelah usulan revisi UU KPK disampaikan beberapa waktu lalu. Maka dari itu, diambil keputusan bahwa undang-undang itu perlu direvisi.
Kalla membantah adanya saling lempar tanggung jawab antara DPR dan pemerintah soal revisi UU KPK.
Dalam pertemuan pemerintah dengan Badan Legislasi DPR, Jumat (27/11/2015), disepakati bahwa revisi UU KPK berubah menjadi inisiatif DPR, bukan pemerintah lagi.
"Bukan saling lempar. Memang setiap revisi kan harus disetujui oleh kedua belah pihak, tidak mungkin satu pihak," kata Kalla.
Kesepakatan revisi UU KPK menjadi usulan DPR ini akan dibawa ke Badan Musyawarah pada Senin (30/11/2015) dan ke rapat paripurna pada Selasa (1/12/2015).
Dalam rapat Jumat lalu, anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf, meminta agar KPK menjadi lembaga pertama yang diundang dalam membahas revisi ini. Hal ini dilakukan agar tak ada kecurigaan publik bahwa DPR hendak melemahkan KPK.
Usulan itu disambut baik oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan semua anggota yang hadir.
Rencana pembahasan RUU KPK sempat menuai kontroversi. Sejumlah kalangan menolak rencana itu karena pembahasan tersebut dianggap sebagai pintu masuk untuk melemahkan KPK.
Setelah lima pimpinan DPR bertemu dengan Presiden Joko Widodo, pembahasan RUU KPK disepakati untuk ditunda. Meski ditunda, perbaikan undang-undang ini tak pernah dicabut dalam program legislasi nasional lima tahunan yang ditetapkan DPR pada masa awal kerjanya.
No comments:
Post a Comment