JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menilai Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak akan bisa membongkar semua skandal dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto untuk mendapatkan saham PT Freeport Indonesia.
Dia mendorong skandal ini juga diusut oleh penegak hukum seperti kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Fuad mengatakan, Setya Novanto bukan satu-satunya pihak yang diduga bersalah dan harus diadili dalam kasus ini.
Fuad mengatakan, Setya Novanto bukan satu-satunya pihak yang diduga bersalah dan harus diadili dalam kasus ini.
Sebab,
banyak pihak lain yang disebut-sebut dalam transkrip percakapan antara
Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport
Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Dia mencontohkan nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang disebut sebanyak 16 kali dalam transkrip percakapan yang telah beredar luas di media sosial itu.
Dia mencontohkan nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang disebut sebanyak 16 kali dalam transkrip percakapan yang telah beredar luas di media sosial itu.
"Kalau MKD mengusut Setya Novanto, lalu yang mengusut Pak Luhut itu siapa? Nama Pak Luhut disebut berkali-kali kok tidak marah?" kata Fuad saat menyatakan dukungannya ke MKD bersama sejumlah tokoh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/11/2015).
Fuad juga menilai, ada hal yang lebih jauh daripada sekadar meminta saham dalam kasus ini. Dia ragu Setya Novanto berani meminta saham PT Freeport seperti ditudingkan sejumlah pihak.
Sebab, otoritas Amerika Serikat sangat keras terhadap segala upaya penyogokan dan semacamnya yang dilakukan perusahaan di negaranya.
Fuad mengatakan, jika saham PT Freeport hilang atau berkurang akibat upaya sogok-menyogok, pengusutan akan dilakukan sejumlah otoritas di Amerika Serikat, termasuk badan pengawas bursa efek Amerika Serikat (AS) hingga level Federal Bureau of Investigation (FBI).
"FBI itu akan memburu. Bisa-bisa pejabat negara kita dicokok di jalan. Maka, saya yakin tidak akan berani," ucap anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini.
Perkara pencatutan nama Presiden dan Wapres ini bermula dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke MKD, Senin (16/11/2015).
Sudirman menyebut Setya Novanto bersama pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin bertemu sebanyak tiga kali.
Pada pertemuan ketiga 8 Juni 2015, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.
Novanto juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika dan meminta PT Freeport menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dalam proyek tersebut.
No comments:
Post a Comment